watch sexy videos at nza-vids!
+

SUNAN BONANG


Diperkirakan lahir pada tahun 1465 dengan nama Maulana Makhdum Ibrahim.
Dia adalah putra Sunan Ampel dari istri yang bernama Dewi Condrowati atau Nyi Ageng Manila.
Nama Sunan Bonang diperkirakan adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Sejak kecil Makhdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para wali itu lebih berat daripada orang awam.
Disebutkan dari berbagai literature bahwa Makhdum Ibrahim sewaktu masa remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah Seberang yaitu Negeri Pasai.
Disana banyak ulama besar yang menetap di negeri tersebut.
Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal
dari Baghdad ,
Mesir ,
Arab ,
dan Persia atau Iran.

Sesudah belajar di Negeri Pasai , Makhdum Ibrahim pulang ke Jawa dan mendapat perintah dari ayahnya , untuk berdakwah di Tuban.

Dalam berdakwah , Raden Makhdum Ibrahim sering menggunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang.
Setelah mereka tertarik dan ingin belajar memainkan alat tersebut , kemudian Sunan Bonang mengajarkan tembang-tembang yang berisikan ajaran agama Islam.
Diantara tembang yang terkenal adalah

"Tamba ati iku limo sak warnane.
Maca Qur'an angen-angen sak maknane.
Kaping pindho sholat wengi lakonono.
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono.
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe.
Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe.
Salah sawijine sopo biso ngelakoni.
Insya'Allah , Gusti Allah nyembadani.
"
Begitulah kira-kira bunyi salah satu tembang Sunan Bonang , yang berarti
"Obat hati itu lima jenisnya.
Yang pertama baca Al-Qur'an dan maknanya.
Yang kedua kerjakanlah sholat malam {sunnah}.
Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh {berilmu}.
Yang keempat perbanyaklah berpuasa.
Yang kelima dzikir malam perpanjanglah.
Salah satunya siapa bisa melakukan.
Insya'Allah , Allah Ta'alla mengabulkan.
"

Murid Makhdum Ibrahim sangat banyak , baik yang berada di Tuban , Jepara , Madura , maupun Pulau Bawean.
Dan masih banyak tempat lainnya karena Makhdum Ibrahim senang mengembara ketempat-tempat terpencil , yang sulit terjangkau untuk mengajarkan agama Islam.

Mungkin karena sering menggunakan Bonang dalam setiap dakwahnya , maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
Tapi versi lain menceritakan bahwa gelar Sunan Bonang berasal dari marga ayahnya yaitu Marga Bong.
Disamping itu ,
juga ada tempat yang mengkaitkan asal-usul gelar Sunan Bonang yaitu sebuah tempat yang bernama mBonang , disana ada sebuah petilasan yang letaknya di pantai utara Jawa , antara Rembang dan Lasem.

Sunan Bonang juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk.
Karya sastra Sunan Bonang di anggap sebagai karya yang hebat , penuh keindahan dan makna kehidupan beragama.
Suluk Sunan Bonang tersimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden , Belanda {Nederland}.

Sunan Bonang dikenal sebagai pemimpin bala tertara Demak.
Dalam menyiarkan ajaran Islam , ia mengandalkan sejumlah kitab.
Antara lain
Ihya Ulumuddin dari al-Ghazali
dan Al-Anthaki dari Dawud al-Anthaki.
Juga tulisan Abu Yzid Al-Busthami dan Syekh Abdul Qadir Jaelani.

Menurur disertasi JGH Gunning dan disertasi BJO Schrieke , bahwa ajaran Sunan Bonang memuat
" Tiga Tiang Agama " , yaitu
Tasawuf ,
Ussuludin ,

dan Fiqih.
Selain itu , manusia harus menjauhi
" Tiga Musuh Utama " , yaitu
Dunia ,
Hawa Nafsu ,

dan Syaitan.
Manusia dianjurkan
jangan banyak bicara ,
bersikap rendah hati ,
tidak mudah putus asa ,
dan bersyukur atas nikmat Allah.
Manusia juga harus menjauhi
sikap dengki ,
sombong ,
serakah ,
serta gila pangkat dan kehormatan.
Menurut Gunning dan Schrieke bahwa naskah ajaran Sunan Bonang merupakan naskah walisongo yang relatif lebih lengkap.

-» Beberapa Kisah Yang Unik


» Perampok
Pada suatu hari Sunan Bonang dihadang oleh sekelompok perampok yang dipimpin Kebo Ndanu.
Namun begitu gending ditabuh ,
Kebo Ndanu dan anak buahnya tidak mampu bergerak , seolah seluruh persendian mereka seperti copot dari tempatnya.

"Ampuuuunn . . . hentikan suara gamelan itu , kami tidak kuat . . !", rintih Kebo Ndanu.
"Gamelan yang kami bunyikan sebenarnya tidak berpengaruh buruk jika hati kalian tidak buruk dan jahat", kata Sunan Bonang.
"Ya , kami menyerah . . !
Kami tobaaaatt . . !
Kami tidak akan melakukan perbuatan jahat lagi , tapi . . . . .
", Kebo Ndanu ragu meneruskan ucapannya.
"Kenapa , teruskan ucapanmu . . ?!!", kata Sunan Bonang.
"Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosa kami yang sudah tak terhitung lagi banyaknya . . ?
Kami sudah sering merampok , membunuh , dan melakukan kejahatan lainnya
", kata Kebo Ndanu dengan ragu.
"Pintu tobat selalu terbuka bagi siapa saja karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan Penerima tobat", kata Sunan Bonang.
"Walau dosa kami setinggi gunung . . ?", tanya Kebo Ndanu.
"Ya ,
walaupun dosamu setinggi gunung dan sebanyak pasir di laut . . !
", kata Sunan Bonang.

Akhirnya Kebo Ndanu benar-benar bertobat dan menjadi murid Sunan Bonang yang setia.
Demikian pula anak buah Kebo Ndanu , mereka semua ikut bertobat.

» Brahmana Sakti
Pada suatu ketika juga ada seorang Brahmana sakti dari India yang berlayar ke Tuban.
Brahmana tersebut bertujuan hendak mengadu kesaktian dan berdebat tentang masalah keagamaan dengan Sunan Bonang.
Namun ketika ia berlayar menuju Tuban , perahunya terbalik di hantam badai.
Ia dan para pengikutnya berhasil selamat tetapi kitab-kitab referensi yang akan digunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah tenggelam ke dasar laut.

Brahmana berserta para pengikutnya sampai ke tepi pantai dengan selamat.
Kemudian mereka melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan sembari membawa tongkat.
Mereka menghentikan lelaki itu dan menyapanya.
Lelaki berjubah putih itu menghentikan langkah dan menancapkan tongkatnya.

"Saya datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama Sunan Bonang", kata Sang Brahmana.
"Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang . . ?", tanya lelaki berjubah putih tersebut.
"Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan , tapi sayang kitab-kitab yang saya bawa telah tenggelam ke dasar laut", kata Sang Brahmana.

Kemudian lelaki berjubah itu mencabut tongkatnya yang tadi ditancapkan ke pasir.
Mendadak dari lubang bekas tongkat itu tersembur air dan membawa keluar semua kitab yang dibawa Sang Brahmana.
"Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam ke dasar laut . . ?", tanya lelaki itu.

Sang Brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab itu yang ternyata benar miliknya sendiri.
Kemudian Sang Brahmana mengamati lelaki itu penuh keheranan sambil menduga-duga siapa sebenarnya lelaki berjubah putih tersebut , yang sekarang berada dihadapannya.
"Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini . . ?", tanya Sang Brahmana.
"Tuan berada dipantai Tuban", jawab lelaki itu yang membuat Sang Brahmana bersama para pengikutnya terkejut dan menjatuhkan diri berlutut dihadapan lelaki itu.
Mereka sudah dapat menduga , pasti lelaki berjubah putih yang ada dihadapan mereka saat ini adalah Sunan Bonang.
Pikir mereka , siapa lagi orang sakti berilmu tinggi yang berada di kota Tuban selain Sunan Bonang.

Sang Brahmana tidak jadi melaksanakan niatnya menantang Sunan Bonang untuk adu kesaktian dan berdebat masalah keagamaan.
Kemudian Sang Brahmana malah berguru kepada Sunan Bonang dan menjadi pengikut Sunan Bonang yang setia.

» Kutukan
Pada waktu itu Sunan Bonang berangkat ke Kediri bersama dua orang sahabatnya.
Di utara Kediri yakni di daerah Kertosono , Sunan Bonang dan dua sahabatnya menyeberang.
Ketika tiba di timur sungai , kemudian Sunan Bonang menyelidiki agama penduduk setempat.
Setelah bertanya pada Ki Bandar masyarakat daerah tersebut beragama Kalang dengan memuliakan Bandung Bondowoso dan menganggapnya sebagai nabi mereka.
Hari Jum'at Wage Wuku Wuye adalah hari raya mereka.
Setiap hari itu mereka bersama-sama makan enak dan bergembira ria.
"Kalau begitu orang disini semua beragama Gedhah.
Yang berarti tidak hitam , putih pun tidak.
Untuk itu tempat ini kusebut kota Gedhah
", kata Sunan Bonang.
Sejak saat itu daerah disebelah utara Kediri bernama kota Gedhah.

Hari terik dan waktu sholat dhuhur telah tiba.
Sunan Bonang ingin mengambil air wudlu tetapi karena sungai banjir dan airnya keruh , maka Sunan Bonang meminta sahabatnya untuk mencari air simpanan penduduk.
Salah satu sahabatnya pergi untuk mencari air yang dimaksud dan sampai di desa Patuk.
Ia sampai di sebuah rumah yang tak terlihat laki-laki dan hanya ada seorang gadis yang sedang menenun.
Kemudian sahabat Sunan Bonang tadi meminta air yang jernih dan bersih kepada gadis itu.

Gadis tersebut terkejut dan menoleh.
Ia melihat sahabat Sunan Bonang dan salah paham kepadanya.
Gadis itu mengira bahwa lelaki tersebut hanya bermaksud menggoda saja.
"Kamu baru saja lewat sungai , mengapa minta air simpanan.
Disini tidak orang yang menyimpan air kecuali air seniku ini sebagai simpanan yang jernih bila kamu mau meminumnya
", kata gadis itu dengar kasar.

Sahabat Sunan Bonang langsung pergi tanpa pamit dengan cepat-cepat sambil mengeluh sepanjang jalan.
Tiba dihadapan Sunan Bonang , ia menyampaikan peristiwa tersebut hingga Sunan Bonang terkejut dan mengutuk.
Bahwa tempat itu akan sulit air dan para gadis serta jejakanya tidak akan mendapat jodoh sebelum menjadi tua.

Terkena ucapan Sunan Bonang aliran sungai Brantas menyusut karena berbelok arah membanjiri desa-desa , sawah , dan kebun.
Setelah itu kering seketika hingga kini daerah Gedhah sulit air dan para muda-mudi menjadi terlambat berumah-tangga.

» Bertemu Jin
Kemudian Sunan Bonang melanjutkan perjalanannya hingga tiba di suatu tempat yang ada makhluk halus bernama Nyai Plencing , penghuni sebuah sumur Tanjungtani dengan dikerumuni anak cucunya.
Beberapa anak cucunya mengetahui kedatangan Sunan Bonang dan melapor pada Nyai Plencing bahwa ada orang yang bisa mengusir makhluk halus dengan kesaktiannya.
Nyai Plencing berserta anak cucunya berniat menghalangi kedatangan Sunan Bonang dengan cara meneluh dan menyikasanya sampai mati.

Setelah menyiapkan pasukannya , berangkatlah Nyai Plencing menemui Sunan Bonang.
Tetapi anehnya ,
mereka semua tidak dapat mendekati Sunan Bonang karena badan mereka terasa panas seperti terbakar.

Kemudian para makhluk halus mundur dan melaporkan hal tersebut kepada raja mereka yaitu Buta Locaya yang tinggal di Selabale , di kaki Gunung Wilis.

Buta = Bodoh
Lo = Kamu
Caya = Dapat dipercaya
Bila disambung Buta Locaya mempunyai makna orang bodoh yang dapat dipercaya.

Ketika Nyai Plencing datang , Buta Locaya sedang duduk di kursi emas beralas kasur babut dihiasi bulu merak.
Buta Locaya duduk ditemani patihnya Megamendung bersama dua anaknya yaitu Panji Sektiguna serta Panji Sarilaut.
Ia amat terkejut melihat Nyai Plencing yang datang sambil menangis.
Kemudian Nyai Plencing melaporkan kesedihan para Setan dan penduduk daerah tersebut.

Mendengar laporan tersebut ,
Buta Locaya murka dan berangkat bersama pasukannya dengan mengikuti arus angin hingga tiba di selatan desa Singkal.
Ditempat itu Buta Locaya menjelma menjadi manusia dengan nama Kyai Combre.
Sementara Setan , Jin jahat , dan makhluk halus lainnya , yang beribu-ribu jumlahnya tidak menampakan diri.

Tak lama kemudian Sunan Bonang datang dari sebelah utara bersama sahabatnya.
Kemudian Kyai Combre mendekati mereka , menyapa dan ngobrol sebentar dengan memperkenalkan diri masing-masing.
Akan tetapi Sunan Bonang tidak dapat dikelabui oleh Kyai Combre.
"Sebenarnya engkau bukan manusia tetapi makhluk halus dan aku tahu siapa kamu sebenarnya.
Kamu adalah Buta Locaya . . !
", kata Sunan Bonang.
Kemudian Sunan Bonang menjelaskan bahwa ia akan masuk ke kota Kediri dan jangan menghalangi perjalanannya.
"Beritahu pada anak cucumu dan pasukanmu yang sedang bersembunyi , yang jumlahnya ribuan itu , agar jangan sampai menghalangi perjalananku..!", kata Sunan Bonang.

Hanya mendengar kata-kata Sunan Bonang yang seperti itu saja , Buta Locaya sudah menjadi lemah tak berdaya , lelah , lesu , dan pening.
Seolah seluruh badannya lemas tak bertulang.

Akan tetapi ,
saat itu Sunan Bonang mendapat firasat dan hidayah bahwa Allah belum memberikan izin untuk menyebarkan ajaran rasul ke tanah Kediri.
Maka ia pun hanya menanyakan dimana letak kota Mamenang bekas Keraton Prabu Aji Jayabaya.
{ Cerita Babad Kadiri }.

-» Silsilah


Seperti pada umumnya bahwa sebagian besar walisongo mempunyai keturunan langsung dari Rasulullah dengan jalur keturunan
Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.
» Imam Husain
» Ali Zainal Abidin
» Muhammad al-Baqir
» Ja'far ash-Shadiq
» Ali al-Uraidhi
» Muhammad al-Naqib
» Isa ar-Rumi
» Ahmad al-Muhajir
» Ubaidullah
» Alwi Awwal
» Muhammad Sahibus Saumiah
» Alwi ats-Tsani
» Ali Khali' Qasam
» Muhammad Shahib Mirbath
» Alwi Ammi al-Faqih
» Abdul Malik Azmatkhan
» Abdullah Khan
» Ahmad Syah Jalal
» Jamaludin Akbar al-Husaini
atau Syekh Jumadil Qubro
» Maulana Malik Ibrahim
atau Sunan Gresik
» Raden Rahmat
atau Sayyid Ahmad Rahmatillah atau Sunan Ampel
» Maulana Makhdum Ibrahim
atau Sunan Bonang

Sunan Bonang terkenal dalam ilmu kebatinannya.
Ia mengembangkan ilmu dzikir yang berasal dari Rasulullah saw , kemudian ia kombinasi dengan keseimbangan pernafasan yang disebut dengan rahasia
Alif - Lam - Mim , yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.

Sunan Bonang juga menciptakan
gerakan-gerakan fisik atau jurus yang di ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri dengan huruf Ya'.

-» Wafat


Petilasan Sunan Bonang juga ada dipantai utara Jawa , antara Rembang dan Lasem.
Disana ,
di atas bukit , terdapat batu yang pernah digunakan sebagai alas untuk sholat.
Di batu tersebut terdapat jejak kaki Sunan Bonang yang konon karena kesaktiannya membuat batu itu melesak.

Selain itu sebuah tempat bernama Singkal di tepi sungai Brantas Kediri , terdapat sebuah Masjid yang digunakan sebagai gudang mesiu.
Masjid itu ditemukan
Laskar Belanda-Jawa yang akan menyerang pasukan Trunajaya pada tahun 1678.
Nama Singkal terdapat dalam cerita Babad Kadiri.

Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean pada tahun 1525.
Saat akan dimakamkan ada perebutan antara warga Tuban dan warga Bawean untuk menguburkan jenazah Sunan Bonang ditempat mereka masing-masing.
Pada malam setelah kematian Sunan Bonang , sejumlah murid dari Tuban mengendap masuk ke Bawean dan mengambil jenazahnya.
Keesokan harinya murid Sunan Bonang di Tuban melakukan pemakaman.
Anehnya ,
di Bawean juga masih ada jenazah Sunan Bonang serta melakukan pemakaman pada hari yang sama.

Makam yang berada di Tuban terletak disebelah barat Masjid Agung Tuban , desa Kutareja , Tuban.
Kini makam tersebut dikelilingi tembok dengan tiga lapis halaman.
Setiap halaman dibatasi tembok berpintu gerbang.

Makam yang berada di Bawean terletak di Tambak Kramat , Pulau Bawean.

Gak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Semua bisa terjadi , jika Allah menghendakinya.


Silahkan Komentar
No content for this blog yet.
Sebelum Komertar Itu Di Larang..!


Jombang Gudo - PP