Beliau lahir di Jipang Panolan yang letaknya di sebelah utara kota Blora , sekitar tahun 1400 dengan nama Ja'far Shodiq. Ayahnya bernama Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung.
Ja'far Shodiq mengajarkan agama Islam khususnya di sekitar Kudus dan di Jawa Tengah pesisir Utara pada umumnya. Ia adalah seorang ulama yang ahli dalam menyiarkan agama Islam dengan ilmu Tauhid Usul Hadits Sastra Mantiq dan Fiqih. Karena itulah ia mendapat gelar sebagai Waliyyul 'Ilmi , bahkan menurut sebagaian riwayat ia termasuk salah seorang Pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek yang berisi fisafat dan berjiwa agama. Salah satu ciptaannya yang terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
Menurut sejarah , pada abad VIII juga hidup seorang wali yang terkenal di Iran , yang namanya juga Ja'far Shodiq. Tapi Ja'far Shodiq yang ini adalah seorang Imam Syi'ah yang keenam. Imam Ja'far Shodiq yang terkenal di Iran ini tidak saja sebagai seorang Imam dari Kaum Syi'ah , akan tetapi juga sebagai seorang yang terkemuka didalam soal-soal hukum maupun ilmu pengetahuan lainnya.
Jadi Ja'far Shodiq yang di Iran bukanlah Ja'far Shodiq yang menjadi salah seorang anggota Walisongo di Jawa.
-» Guru - Gurunya
Disamping belajar agama pada ayahnya , Ja'far Shodiq juga belajar kepada beberapa ulama terkenal lainnya , seperti Kyai Telingsing Ki Ageng Ngerang dan Sunan Ampel.
Nama asli Kyai Telingsing adalah Ling Sing. Ia seorang ulama dari Cina yang datang ke Pulau Jawa bersama Laksamana Jendral Cheng Hon. Dalam sejarah disebutkan bahwa Jendral Cheng Hoo yang beragama Islam itu datang ke Jawa untuk mengadakan tali persahabatan dan menyebarkan agama Islam melalui perdagangan.
Di Jawa , Ling Sing atau The Ling Sing akhirnya dipanggil Telingsing. Ia tinggal di sebuah daerah subur yang terletak di antara Sungai Tanggulangin dan Sungai Juwana sebelah Timur. Di daerah tersebut , Telingsing tidak hanya mengajarkan agama Islam saja tetapi juga mengajarkan Seni Ukir yang indah pada penduduk sekitar.
Banyak yang datang berguru seni kepada Kyai Telingsing , termasuk Ja'far Shodiq itu sendiri. Dengan belajar kepada ulama dari Cina itu , Raden Ja'far Shodiq mewarisi bagian dari sifat positif masyarakat Cina , yaitu ketekunan dan kedisiplinan dalam mengejar atau mencapai cita-cita. Hal ini berpengaruh besar bagi kehidupan dakwah Ja'far Shodiq di masa mendatang , yaitu tatkala menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Budha. Selanjutnya Raden Ja'far Shodiq berguru pada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun.
-» Strategi Dakwah
Ja'far Shodiq termasuk pendudukung gagasan Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang yang menerapkan strategi dakwah kepada masyarakat sebagai berikut :
» Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar di ubah. Mereka sepakat untuk tidak menggunakan jalan kekerasan atau radikal menghadapi masyarakat yang demikian. » Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dirubah , maka segera dihilangkan. » Tut Wuri Handayani. Mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi di usahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit. » Tut Wuri Hangiseni. Mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama Islam. » Mengambil ikan tetapi tidak membuat keruh airnya. Menghindarkan konfrontasi secara langsung atau secara keras di dalam cara menyiarkan agama Islam. » Tidak menghalau masyarakat dari umat Islam. Bagi kalangan umat Islam yang sudah tebal imannya harus berusaha menarik simpati masyarakat non-muslim agar mau mendekat dan tertarik dengan ajaran dengan cara melaksanakan ajaran Islam secara lengkap. Yang secara otomatis tingkah laku dan gerak-gerik mereka sudah merupakan dakwah nyata yang dapat memikat masyarakat non-musilm. Pada akhirnya akan mengubah atau boleh saja merubah adat serta kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Strategi dakwah tersebut diterapkan oleh Sunan Kalijaga , Sunan Bonang , Sunan Muria , Sunan Kudus , dan Sunan Gunung Jati. Karena siasat mereka inilah akhirnya mereka disebut Kaum Abangan atau Aliran Tuban. Sedangkan pendapat Sunan Ampel , Sunan Giri , dan Sunan Drajat disebut Kaum Putihan atau Aliran Giri.
Namun atas inisiatif Sunan Kalijaga , kedua pendapat yang berbeda itu pada akhirnya dapat di kompromikan.
-» Merangkul Masyarakat Hindu
Pada suatu hari Ja'far Shodiq membeli seekor Sapi {riwayat lain disebut Kebo Gumarang}. Sapi itu berasal dari Hindia yang dibawa pedagang asing. Kemudian sapi tersebut ditambatkan pada halaman rumahnya.
Rakyat Kudus yang mengetahui hal tersebut tergerak hatinya untuk ingin tahu apa yang akan dilakukan Ja'far Shodiq terhadap sapi tersebut. Karena sapi dalam pandangan Hindu adalah Hewan Suci yang menjadi kendaraan para Dewa dan menyembelih sapi merupakan perbuatan dosa yang dikutuk para Dewa.
Dalam sekejar halaman rumah Ja'far Shodiq di banjiri rakyat , baik yang beragama Islam maupun Hindu. Ja'far Shodiq keluar dari rumahnya , "Sedulur-sedulur yang saya hormati , segenap sanak-kadang yang saya cintai. Saya melarang saudara-saudara menyakiti apalagi menyembelih sapi. Karena di waktu saya masih kecil , saya pernah mengalami saat yang berbahaya , hampir mati kehausan. Lalu seekor sapi datang menyusui saya", kata Ja'far Shodiq.
Mendengar cerita tersebut para pemeluk agama Hindu terkagum-kagum. Mereka menyangka Ja'far Shodiq adalah titisan Dewa Wisnu. "Demi rasa hormat saya kepada hewan yang pernah menolong saya , maka dengan ini saya melarang penduduk Kudus menyakiti atau menyembelih sapi", Ja'far Shodiq menjelaskan lebih lanjut yang kontan membuat para penduduk terpesona dengan kisah tersebut.
Setelah para penduduk lebih cermat mendengarkan dan ingin lebih tahu tentang cerita tersebut. Maka Ja'far Shodiq menlanjutkan ceritanya dengan mengatakan bahwa di antara surat-surat Al-Qur'an juga ada surat yang dinamakan Surat Sapi atau dalam Bahasa Arabnya Al-Baqarah.
Masyarakat semakin penasaran dan tertarik. Kok ada sapi didalam Al-Qur'an . . ? Dalam setiap bercerita , Ja'far Shodiq tidak pernah menyelesaikannya. Ia takut orang akan jenuh mendengarnya karena terlalu lama. Tapi justru hal itulah membuat mereka penasaran dan ingin tahu lebih banyak lagi. Akhirnya masyarakat jadi sering mendengarkan keterangan Ja'far Shodiq tentang surat Al-Baqarah dan mendengarkan ceramahnya tentang agama Islam.
Kemudian Ja'far Shodiq membuat masjid yang tidak jauh berbeda dengan candi-candi milik orang Hindu. Masjid Menara Kudus yang unik dan antik itu hingga sekarang dikagumi orang di seluruh dunia karena keanehannya. Bentuknya yang mirip candi itulah membuat orang-orang Hindu pada masa itu merasa akrab dan tidak takut atau segan untuk masuk kedalam masjid guna mendengarkan ceramah atau cerita Ja'far Shodiq.
-» Merangkul Masyarakat Budha
Setelah masjid berdiri , maka Ja'far Shodiq membuat Padasan atau tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Masing-masing pancuran diatasnya diberi arca kepala Kebo Gumarang. Hal ini sesuai dengan ajaran Budha "Sanghika Marga" atau Jalan Berlipat Delapan , yaitu
» Harus Memiliki Pengetahuan Yang Benar » Mengambil Keputusan Yang Benar » Berkata Yang Benar » Hidup Dengan Cara Yang Benar » Bekerja Dengan Benar » Beribadah Dengan Benar » Menghayati Agama Dengan Benar
Karena usahanya itu pun membuat umat Budha penasaran hingga mereka berdatangan ke masjid untuk mendengarkan keterangan Ja'far Shodiq.
-» Di Negeri Mekkah
Dalam legenda dikisahkan bahwa Raden Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus itu suka mengembara , baik ke tanah Hindustan maupun ke tanah Suci Mekkah.
Sewaktu berada di Mekkah , ia menunaikan ibadah haji yang kebetulan disana ada wabah penyakit yang sulit teratasi. Bahkan penguasa Negeri Arab kala itu sampai mengadakan sayembara. Bagi siapa saja yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah cukup besar jumlahnya.
Sudah banyak orang yang mencoba tapi tidak pernah berhasil hingga pada suatu hari Sunan Kudus menghadap penguasa negeri itu. Kedatangan Sunan Kudus atau Ja'far Shodiq ini disambut dengan sinis oleh mereka.
"Dengan apa Tuan akan melenyapkan wabah penyaki ini . . ?", tanya Sang Amir. " Dengan doa . . ! ", jawab Sunan Kudus. "Hanya doa . . ? Kami sudah puluhan kali melakukannya. Di tanah Arab ini banyak ulama dan syekh-syekh ternama , tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini", kata Sang Amir. "Saya mengerti memang tanah Arab ini gudangnya para ulama. Tapi jangan lupa ada saja kekurangannya sehingga doa mereka tidak terkabulkan", kata Sunan Kudus. "Hemm , sungguh berani Tuan berkata demikian. Lalu apa kekurangan mereka . . ?", tanya Sang Amir dengan nada berang. "Anda sendiri yang menyebabkannya", kata Sunan Kudus dengan tenang. "Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga doa mereka tidak ikhlas. Mereka berdoa hanya karena mengharapkan hadiah", kata Sunan Kudus menjelaskan lebih lanjut.
Sang Amir pun terbungkam seribu bahasa dengan perkataan tersebut. Sunan Kudus lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itu tidak di sia-siakan oleh Sunan Kudus yang kemudian secara khusus ia berdoa dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat wabah penyakit yang mengganas di negeri Arab telah menyingkir. Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras secara mendadak langsung sembuh.
Bukan main senangnya hati Sang Amir dan rasa kagum mulai menjalar di hatinya. Hadiah yang telah di janjikannya hendak diberikan kepada Sunan Kudus , tetapi ditolak secara halus oleh Sunan Kudus. Akhirnya karena dipaksa dan Sang Amir gak enak kalau tidak memberikan hadiah kepada Sunan Kudus , apalagi Sang Amir terlanjur berjanji. Maka sebagai gantinya , Sunan Kudus hanya meminta sebuah Batu yang berasal dari Baitul Maqdis dan Sang Amir pun mengizinkannya.
Kemudian batu tersebut dibawa ke tanah Jawa dan dipasang pada tempat pengimaman Masjid Kudus yang di dirikannya sewaktu kembali dari tanah suci. Masjid yang ia dirikan sewaktu rakyat Kudus masih banyak beragama Hindu dan Budha. Masjid tersebut dinamakan Kudus , maka Raden Ja'far Shodiq pada akhirnya disebut Sunan Kudus. Karena masjid tersebut memiliki menara yang unik , orang-orang akhirnya menyebut masjid itu dengan sebutan Masjid Menara Kudus.
-» Silsilah
Seperti kita ketahui bahwa walisongo masih keturunan Rasulullah - melalui jalur Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. » Imam Husain » Ali Zainal Abidin » Muhammad al-Baqir » Ja'far ash-Shadiq » Ali al-Uraidhi » Muhammad al-Naqib » Isa ar-Rumi » Ahmad al-Muhajir » Ubaidullah » Alwi Awwal » Muhammad Sahibus Saumiah » Alwi ats-Tsani » Ali Khali' Qasam » Muhammad Shahib Mirbath » Alwi Ammi al-Faqih » Abdul Malik Azmatkhan » Abdullah Khan » Jamaludin Akbar al-Husaini atau Syekh Jumadil Qubro » Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik » Raden Rahmat atau Sayyid Ahmad Rahmatillah atau Sunan Ampel » Siti Syarifah atau Nyai Ageng Maloka atau Nyai Ageng Manyuran yang menjadi istri Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung » Raden Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus.
Sunan Kudus diperkirakan lahir pada tahun 1400 dan wafat pada tahun 1550 dalam posisi sujud sewaktu memimpin sholat subuh.
Makam Sunan Kudus di sekitar Masjid Menara Kudus yang beliau dirikan pada tahun 1549 , di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
Masjid Menara Kudus juga dikenal dengan sebutan Masjid Al-Aqsa atau Masjid Al-Manar. Tapi jauh sebelum Masjid Menara Kudus di dirikan oleh beliau , konon kabarnya Sunan Kudus pernah mendirikan sebuah masjid yang di anggap pertama kali ia dirikan. Masjid tersebut terletak di Desa Nganguk , Kudus , pada tahun 1530.
Menurut cerita legenda , Kyai Telingsing pada saat itu sudah berusia lanjut dan ia ingin mencari penggantinya. Maka pada suatu hari ia berdiri sambil menengok ke kanan dan ke kiri {Bahasa Jawa = ingak-inguk} seperti mencari sesuatu. Tiba-tiba muncul Sunan Kudus dari arah Selatan yang kemudian membangun masjid dalam waktu singkat. Bahkan ada yang mengatakan muncul secara tiba-tiba {Bahasa Jawa - Masjid Tiban}. Kyai Telingsing yang ingak-inguk tadi , jadi terkejut dan desa tersebut akhirnya di ambil dari kata ingak-inguk menjadi nama desa Nganguk. Sedangkan masjidnya dinamakan Masjid Nganguk Wali.